Kisah Patriotik dari Butiran Gabah dan Beras




Penulis : Ayu Utami Saraswati

"Abdi negara itu, kata ayah saya, pantang untuk meminta. Mimpi aja gak boleh, berharap juga tidak. Kerjakan aja sebagai pengabdianmu, apa yang sekarang menjadi pekerjaanmu. Kerjakan sebaik mungkin karena abdi negara itu ketulusan. Nothing to lose. Nantinya Allah yang menentukan"

Jarum jam tepat berada di angka 5.30 pagi, Rabu 14 Agustus 2019, ketika Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog), Budi Waseso, sampai di ruang kerjanya, di kantor Perum Bulog, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kegiatan Buwas, panggilan akrabnya, hari itu nampaknya terlihat cukup padat.
Pasalnya, orang nomor satu di Perum Bulog yang juga menjadi Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka ini, sedang melakukan persiapan jelang upacara hari ulang tahun pramuka ke-58 di Lapangan Utama Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, yang dihadiri pula oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Selain upacara, Buwas juga akan memimpin ziarah dan tabur bunga di taman makam pahlawan, khususnya pahlawan kepramukaan. Rangkaian acara di hari ulang tahun pramuka itu, telah disiapkan Buwas beserta jajaran kepengurusan Kwarnas Gerakan Pramuka dari tiga hari sebelumnya.
Namun demikian, disela-sela jadwalnya yang padat, Buwas tetap menyempatkan waktu untuk bincang singkat bersama tim Infobank, meski harus dilakukan pagi-pagi buta. Itu tidak menjadi hal berat bagi Buwas yang sudah terbiasa memulai aktivitas sejak matahari belum muncul sepenuhnya.
Pria yang berpangkat Komjen. Pol. (Purn) ini setiap hari bangun pukul 4 pagi. Kebiasaan itu, dibawanya ke Perum Bulog, dan merubah karyawannya. Hal itu menjadi bagian dari ketulusan dan tanggung jawabnya dalam menjalani pekerjaan. Mengerjakan sesuatu itu jangan dijadikan beban, tapi harus dengan ketulusan, keikhlasan, dan rasa tanggung jawab,” ungkapnya.
Filosofi bekerja dengan tulus, ikhlas, dan penuh tanggung jawab telah terpatri dalam diri Buwas, karena didikan ayahnya yang seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, bernama Dangir Marwoto. Puncaknya, ketika Buwas diwanti-wanti harus bertanggung jawab pada pilihannya yang hendak masuk akademi kepolisian, meskipun sang ayah saat itu memintanya menjadi tentara saja.
“Ayah saya, almarhum, mengatakan ‘hidup itu pilihan. Silahkan kamu memilih. Tapi yang paling penting adalah tanggung jawab terhadap pilihannya dan harus bangga pada dirimu sendiri. Tanpa bangga, kamu tidak akan semangat mengerjakan apa yang menjadi pilihanmu. Kalau tidak semangat dalam bekerja, maka kamu tidak akan menghasilkan apa-apa’. Itu kata ayah saya,” kenang pria kelahiran Parenggan, Pati, 19 Februari 1960 ini.
Bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diemban dimanapun ia berada. Alhasil, sepak terjangnya di bidang penegakan hukum, kerap menjadi sorotan. Siapapun ketika mendengar nama Buwas disebutkan, pasti akan segan, sebab ia terkenal berani dan tegas dalam mengungkap tindakan kriminal. Seperti, saat Buwas menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri sejak awal 2015.
Kala itu, ia menangani sejumlah kasus yang sebagian besar berhubungan dengan korupsi. Sejumlah pejabat tinggi pun “diterkam” olehnya. Berlanjut, ketika menjelang akhir tahun 2015, Buwas dipindahkan menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Disana, puluhan ribu kasus narkoba berhasil diungkapnya.
Setelah pensiun dari kepolisian tahun 2018 lalu, selang satu bulan satu minggu, Buwas langsung dipercayai Presiden untuk memimpin Perum Bulog. Banyak pihak yang telah menebak-nebak, bahwa Buwas akan memberantas mafia-mafia di sektor pangan. Benar saja, sedikit-demi sedikit, mafia di sektor pangan pun mulai terungkap.
Buwas mengakui, bahwa ia memulai pekerjaannya di Perum Bulog dari nol. Bagaimana tidak, background-nya yang seorang penegak hukum sangat bertolak belakang dengan lingkup bisnis Perum Bulog. Namun demikian, Buwas menganggap, jabatannya di salah satu perusahaan milik negara itu merupakan suatu kebanggaan, dan bentuk pengabdian terhadap negara yang tidak ada batasnya dan tanpa pamrih. ”Saya bagian dari abdi negara, abdi masyarakat. Saya harus mengabdi kepada masyarakat melalui Bulog terhadap pangan,” kata ayah dari Nindya Nur Prasasti ini.
Terhitung belasan tahun mengabdikan diri di lembaga hukum negara hingga akhirnya terjun ke Perum Bulog, Buwas tidak pernah mengharapkan apa-apa. Bahkan, untuk menikmati fasilitas dari negara seperti tinggal di rumah dinas pun, ia enggan. Buwas lebih memilih tinggal di rumahnya sendiri, menyewakan rumah dinas tersebut dan memberikan uangnya kepada Perum Bulog.
“Abdi negara itu, kata ayah saya, pantang untuk meminta. Mimpi aja gak boleh, berharap juga tidak. Kerjakan aja sebagai pengabdianmu, apa yang sekarang menjadi pekerjaanmu. Kerjakan sebaik mungkin karena abdi negara itu ketulusan. Nothing to lose. Nantinya Allah yang menentukan,” pungkasnya.

*Artikel ini telah terbit di Majalah Infobank 2019*

Komentar

Postingan Populer