Mimpi Wong Semarang Dari Belakang Peron
![]() |
Edi Sukmoro, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Foto diambil dari faktanews.com |
“Waktu hari minggu saya masuk, katanya, ‘Minggu kok kerja? Kerja apaan?’ Saya bilang, ‘Loh, kereta saya minggu kerja, kok saya suruh gak kerja. Kan kereta saya gak istirahat’. Nah, itu tantangan ketika bekerja di kereta api. Karena manakala libur, kita piket"
Pagi itu, Kamis 2 Agustus 2018, jajaran
direksi maupun karyawan di PT Kereta Api Indonesia (KAI) sedang menjalani rutinitas
pekerjaannya sehari-hari di Gedung Jakarta Railway Centre (JRC), Jalan Ir. H.
Juanda, Jakarta. Mulai dari petugas keamanan, resepsionis sampai direktur. Masing-masing
jabatan terlihat berusaha memenuhi tugasnya.
Misalnya, di lantai 1,
resepsionis menyapa para tamu yang hadir. Begitu pun di lantai 2. Petugas
keamanan telah stand by di depan lift
untuk mengantar tamu ke ruangan yang dituju. Meski demikian, padatnya pekerjaan
tidak membuat pegawai KAI murung. Melainkan, mereka terus menebar senyum dan menyapa
siapapun tamu yang datang.
Tiba-tiba, di tengah suara deru
kereta api yang terdengar samar-samar baru melaju untuk mengantar para
penumpangnya, seorang pria paruh baya berperawakan tinggi dan kelihatan gagah
memakai seragam warna putih bertuliskan Kereta Api Indonesia dengan ramah menyapa
tim Infobank di depan pintu ruang pertemuan, lantai 2, Gedung JRC.
Pria itu adalah Edi Sukmoro, Direktur
Utama PT Kereta Api Indonesia. Sebelum mempersilahkan duduk, Edi langsung mengambil
ancang-ancang hendak memberi sesuatu yang erat dipegangnya.
“Saya mau kasih
kartu nama saya. Kartu nama saya keren,” ujarnya dengan logat medok, kepada Infobank. Terdengar suaranya
bernada pamer.
Rupanya, nada suara pamer itu
berkat antusiasme Edi membagikan kartu nama unik miliknya yang berbentuk kereta
api. Sembari tersenyum lebar, terpancar dari wajahnya kebanggaan usai memberi kartu
namanya itu. “Keren kan!” serunya meyakinkan.
Kesan pertama usai bertemu dengan
pria asal Semarang ini memang luar biasa. Pasalnya, sepanjang perbincangan, Edi
amat terbuka berbagi kisah perjalanannya selama ia menjadi “masinis” di PT
Kereta Api Indonesia. Bahkan, dari obrolan pun terungkap bahwa Edi adalah sosok
asal muasal terciptanya budaya sapa dan ramah tamah di Gedung JRC.
Hal itu karena, sejak ia menjadi
direktur utama Kereta Api Indonesia tahun 2014, setiap bulannya Edi rutin melakukan
program menyapa lintas ke beberapa Daerah Operasi Kereta Api Indonesia (DAOP). “Masuk ke lapangan kemudian
ngobrol sama orang-orang yang di kereta. Juru penunjuk jalan, penjaga lintas,
penjaga terowongan, yang pakai rompi oranye itu. Mereka itu, lah, yang membuat
jalan kereta api aman. Saya lebih mengapresiasi mereka. Kalau mau dibuat
penghargaan, mereka itu yang pantas mendapatkan penghargaan,” ujarnya.
Giat menyapa dan merangkul
karyawannya menjadi kunci utama yang Edi tanamkan sebagai landasan
kepemimpinannya. Tujuannya cuma satu, yaitu agar Kereta Api Indonesia bisa
seterusnya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Indonesia. Namun,
untuk mewujudkan citanya itu tidak mudah. Baginya, transformasi KAI sama dengan
merubah mindset puluhan ribu karyawannya.
“Intinya, yang membuat kereta api
berubah adalah perubahan mindset para pegawai. 29 ribu pegawai ini mindsetnya
harus dirubah total. Yang dulu produk oriented, sekarang jadi service oriented.
Artinya, kita tidak melihat produk lagi tapi melihat sebenarnya penumpang
maunya apa, sih. Itu yang kita fokuskan. Selalu saya ingatkan, kita ini
pelayan. Jangan dibalik,” tegasnya.
Hampir genap empat tahun memimpin
Kereta Api Indonesia, namun dedikasinya terhadap industri kereta api dibilang tidak
diragukan. Edi sudah terbiasa dengan tuntutan dan tantangan bekerja di perusahaan
tempat ia bernaung kini. Contoh tantangan nyata seperti ketika hari libur
nasional. Pria kelahiran 59 tahun silam ini tidak bisa memanfaatkan waktu liburnya
itu untuk beristirahat atau berkumpul bersama keluarga.
“Waktu hari minggu saya masuk, katanya,
‘Minggu kok kerja? Kerja apaan?’ Saya bilang, ‘Loh, kereta saya minggu kerja,
kok saya suruh gak kerja. Kan kereta saya gak istirahat’. Nah, itu tantangan
ketika bekerja di kereta api. Karena manakala libur, kita piket,” kata ayah dua
anak ini.
Menjadi orang tertinggi di
perusahaan milik negara adalah bonus bagi Edi yang bercita-cita memberikan ilmu
yang ia dapat untuk orang lain. Sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
dan Master dari University of Melbourne, Australia, ini pernah mengajar di
beberapa kampus serta menjadi Dekan di Universitas Bung Karno Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan pada 1999. Selain berbagi ilmu, ada dua kiat khusus agar
bisa meraih bonus di lingkungan pekerjaan, seperti dirinya.
“Setiap anda dikasih jabatan, itu
ada dua yang harus dipikir di kepala. Satu, lakukan pekerjaan rutin yang memang
seharusnya. Dua, selama anda duduk harus ada terobosan. Apa, sih, yang saya
tinggalkan nanti ketika saya dipindahkan. Itu yang harus dipegang. Jangan ada
di zona nyaman,” pungkasnya.
*Artikel ini sudah terbit di Majalah Infobank*
Komentar
Posting Komentar